Pergerakan sebuah kelompok lobi di Amerika Serikat mendapatkan cibiran. Masalahnya, negara-negara dengan kebijakan Open Source seperti Indonesia justru mau dimasukkan dalam sebuah 'daftar hitam'.
Lobi itu dilakukan oleh International Intellectual Property Association (IIPA), sebuah organisasi lobi yang membawa kepentingan perusahaan media digital seperti software, film dan musik. IIPA dikabarkan telah mengajukan rekomendasi agar Indonesia, India dan Brazil masuk dalam sebuah 'daftar hitam'.
Daftar yang dimaksud adalah Priority Watch List dari United States Trade Office (USTO). Negara-negara yang masuk dalam daftar ini dinilai sebagai negara yang tidak menghormati hak atas kekayaan intelektual. AS pun bisa memilih untuk menginvestigasi negara tersebut dan mengambil tindakan, termasuk larangan dagang dan lain sebagainya.
Nah, yang jadi permasalahan, dalam lobinya IIPA menyebutkan upaya pemerintah dalam menerapkan kebijakan Open Source sebagai salah satu alasan negara-negara itu layak masuk 'daftar hitam' tersebut. Negara yang tercantum (Indonesia, Brazil, Filipina atau Thailand) memang memiliki kebijakan yang mendukung Open Source.
Apa kata IIPA soal Indonesia? Berikut adalah cuplikan dokumen yang diserahkan IIPA pada USTO seperti dikutip detikINET dari laporan tersebut di Regulations.gov, Jumat (19/3/2010):
Dari halaman 79: Pada Maret 2009, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara (MenPAN) mengeluarkan surat edaran No. 1 tahun 2009 kepada semua pemerintah pusat dan daerah, termasuk BUMN, untuk mendukung penggunaan dan adopsi piranti lunak Open Source pada lembaga pemerintah. Meski pemerintah (Indonesia-red) membuat surat ini dalam rangka 'mengurangi pelanggaran hak cipta piranti lunak', pada kenyataannya, dengan menolak adanya pilihan teknologi, upaya ini akan menambah halangan dagang dan mencegah perusahaan software untuk memasuki pasar secara adil.
Kemudian, pada halaman 80, IIPA bahkan menyarankan agar pemerintah Indonesia membatalkan surat tersebut: IIPA meminta agar pemerintah Indonesia mengambil tindakan berikut, yang akan memberikan keuntungan komersial jangka pendek paling signifikan bagi industri hak cipta: ... membatalkan surat edaran MenPAN Maret 2009 yang mendukung penggunaan dan adopsi piranti lunak Open Source.
Dikecam Aktivis Open Source
Langkah IIPA ini mendapatkan kecaman dari berbagai pihak. Termasuk di antaranya adalah Asosiasi Open Source Indonesia (AOSI) yang menyayangkan rekomendasi IIPA selaku sebuah kelompok lobi yang kuat.
"IIPA telah berusaha menghalangi usaha Pemerintah Indonesia yang justru ingin menghargai Hak atas Kekayaan Intelektual dengan menganjurkan penggunaan perangkat lnak Open Source untuk menggantikan perangkat lunak bajakan," sebut pernyataan AOSI yang diterima detikINET, Jumat (19/3/2010).
AOSI pun menyatakan sepakat dengan Open Source Initiative (OSI) yang mengatakan bahwa tindakan IIPA tersebut lebih didasarkan atas kepentingan tertentu, dan ketakutan atas inovasi serta model bisnis yang baru dengan berkembangnya piranti lunak Open Source di Indonesia. AOSI juga epakat dengan Open Source For America (OSFA) yang secara tegas mengecam sikap IIPA, serta menyebut tindakan IIPA tersebut tidak bertanggungjawab dan menyesatkan.
"AOSI menyerukan agar pemanfaatan Open Source Software (OSS) tetap digalakkan, karena dengan menganjurkan penggunaan OSS, Pemerintah Indonesia tidak lain sedang berusaha untuk menghormati Hak atas Kekayaan Intelektual dengan tidak membajak dan menegakkan kemandirian dalam bidang TIK, tanpa menutup persaingan dengan yang lain, meskipun IIPA telah menyudutkan Indonesia dengan menyebutkan bahwa penggunaan OSS tidak mendorong inovasi dan telah menutup kesempatan pihak tertentu untuk bersaing," sebut pernyataan AOSI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar