Dalam filsafat, terdapat 4 komponen dasar untuk pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu logika, bahasa, matematika, dan statistika . Penelitian ilmiah tentu membutuhkan semua komponen tersebut. Hanya saja, untuk penelitian yang kualitatif, tentu 2 aspek terakhir, matematika dan statistika, penggunaannya sangat minimum (tetapi bukan berarti tidak ada lho, misalnya setidaknya statistik deskriptif).
Keempat komponen di atas tentu perlu ditambah dengan penguasaan berbagai teori yang relevan dalam domain ilmu pengetahuan tersebut. Penguasaan ini diperoleh dari studi literatur yang relevan, serta melakukan sintesis atas berbagai teori atau hasil penelitian yang ada. Lagi-lagi, ini membutuhkan kemampuan logika yang baik.
Matematika dan statistika lebih banyak dipergunakan untuk alat analisis. Berbagai fenomena yang tersaji dalam bentuk data dapat dianalisis dengan kedua alat tersebut.
Sedangkan logika berperan setidaknya dalam 3 hal, yaitu (1) menyusun desain penelitian (pola pikir) serta metodologi penelitian (alur pikir), (2) sebagai alat analisis juga, terutama untuk riset yang sangat kualitatif melalui argumen-argumen fakta, lalu (3) menarik kesimpulan dari pengolahan data yang tersaji, baik secara induktif maupun deduktif.
Lalu bahasa lebih banyak dipergunakan untuk mengkomunikasikan penelitian ilmiah tersebut kepada publik agar bisa dipahami dengan baik.
Ada mahasiswa yang sanggup memadukan semua di atas dengan baik, artinya analisisnya bagus, logikanya bagus, serta penyampaian (laporan tesis serta presentasi dan mempertahankan melalui tanya-jawab dengana penguji) juga bagus. Inilah tesis yang dinilai bagus atau mendapatkan nilai A.
Tetapi sayang, ada juga tesis yang sebenarnya bagus dari sisi analisis dan logika, tetapi penyampaiannya tidak bagus (penulisan kurang bagus, presentasi dan berargumen tidak pe-de atau bahasanya rumit tidak dimengerti atau malahan minim bahasa sehingga juga tidak dimengerti). Inilah yang mengurangi nilai dari tesisnya, dan umumnya yang terjadi secara agregat nilainya sekitar A- tetapi mendekati A (tetap saja A-).
Bagaimana kalau analisisnya bermasalah ? lalu logikanya tidak nyambung ? ditambah penulisannya yang acak-acakan ? Nah, Anda tentu bisa menilai sendiri. Misalnya begini, seorang mahasiswa menuliskan beberapa permasalahan di sebuah organisasi. Kemudian ditanya, dari mana dia menarik kesimpulan bahwa itu masalahnya ? Tentu saja harapannya adalah dia keluar dengan sekumpulan fakta serta metode analisis (misalnya fish bone analysis). Tetapi kalau dia hanya bilang, bahwa kira-kira itu masalahnya (tanpa fakta dan analisis), bagaimana komentar Anda ?
Ada kecenderungan mahasiswa melakukan replikasi, atau melakukan hal yang sama dengan apa yang pernah dilakukan sebelumnya (misalnya, tesis yang ada sebelumnya). Sebenarnya, replikasi ini tidak masalah, selama acuan replikasi ini adalah hasil penelitian yang sudah masuk ke jurnal ilmiah, atau tesis sebelumnya yang mendapat nilai A. Bayangkan, apa yang akan terjadi kalau si mahasiswa melakukan replikasi dengan acuan tesis yang nilainya pas-pasan ? Nah, tentu nantinya nilai dia juga akan pas-pasan juga atau bahkan lebih buruk lagi.
Memang dalam penulisan tesis, atau penulisan ilmiah pada umumnya, kemampuan yang sangat terasah umumnya adalah kemampuan berpikir (thinking skills) sehingga mereka yang terbiasa memahami kuliah dengan cara menghafal, biasanya akan menemui masalah di sini … karena yang dituntut bukanlah apa yang diketahui, melainkan bagaimana mengolah apa yang diketahui itu … Entah itu bentuknya case study research, action / policy research, atau apapun …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar